BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Indonesia sangat kaya akan
keanekaragaman hayati yang terdiri atas flora dan fauna. Salah satu flora jenis
pohon yang hidup dan banyak ditemui di Indonesia terutama di kawasan pesisir
adalah Nyamplung (Calophyllum inophyllum) atau yang biasa di sebut Bintangur.
Tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku kayu pertukangan namun kurang
begitu dikenal oleh khalayak umum, terlebih selama ini masih banyak yang belum
mengetahui biji nyamplung yang sudah tua ternyata memiliki kandungan minyak
cukup tinggi. Bukti itu semakin tampak jelas, melalui pengamatan yaitu jika
buah nyamplung disulut dengan api dapat mempertahankan nyala api dalam jangka
waktu yang lama.
Akhir-akhir ini pemerintah melalui
Kementerian Riset dan Teknologi mulai mengembangkan bahan bakar pengganti Bahan
Bakar Minyak (BBM) yang berasal dari tumbuhan. Terbatasnya persediaan dan
kelangkaan minyak tanah di berbagai daerah telah memotivasi penelitian pada
tanaman nyamplung sebagai BBM nabati.
Selama ini pemanfaatan tumbuhan nyamplung lebih dominan pada kayu pertukangan, padahal jika dikelola dengan baik biji nyamplung yang sudah tua dapat mendatangkan nilai ekonomis (sebagai bahan bakar pengganti minyak) yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara berupa jelaga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk setiap 1 Kg biji nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5 L minyak. Kemudian disebutkan jika dari 1 ml minyak tanah bisa digunakan selama 5,6 menit, dari 1 ml minyak nyamplung dapat tahan sampai dengan 11,8 menit. Dari perbandingan itu bisa dilihat bahwa minyak nyamplung lebih irit dari minyak tanah.
Selama ini pemanfaatan tumbuhan nyamplung lebih dominan pada kayu pertukangan, padahal jika dikelola dengan baik biji nyamplung yang sudah tua dapat mendatangkan nilai ekonomis (sebagai bahan bakar pengganti minyak) yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara berupa jelaga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk setiap 1 Kg biji nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5 L minyak. Kemudian disebutkan jika dari 1 ml minyak tanah bisa digunakan selama 5,6 menit, dari 1 ml minyak nyamplung dapat tahan sampai dengan 11,8 menit. Dari perbandingan itu bisa dilihat bahwa minyak nyamplung lebih irit dari minyak tanah.
Dari
beberapa aspek diatas kami kaitkan dengan bidang kehutanan khususnya
konservarsi alam sekaligus mendapat nilai ekonomi bagi masyarakat. Kami
kemudian menggagas sebuah inovasi bagaimana cara agar hutan tetap lestari
dengan menambah sesuatu tanpa menguranginya. Menurut kami tanaman nyamplung
ialah pilihan tepat, selain nyamplung merupakan tanaman yang berusai panjang
perawatannya juga tidak sulit. Kelebihan Nyamplung diantara sumber bahan baku biofuel
lainnya adalah tidak berkompetisi dengan pangan, merupakan pohon serbaguna,
dan dapat digunakan dalam rehabilitasi pantai. Harapan kami masyarakat dapat
beragroforestri sebagai upaya pengembangan hutan dan sekaligus mendapat nilai
ekonomi yang mengentungkan masyarakat.
BAB II
ISI
ISI
A.Proses
Adopsi Inovasi
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui
tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima/menerapkan dengan keyakinannya
sendiri, meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak
selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan
lingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh
penyuluh). Dalam proses adopsi atau penerimaan, kita dapat melihat adanya lima
tahap, yaitu :
1. Tahap kesadaran atau penghayatan
(awareness stage)
Pada Tahap ini sasaran mulai sadar atas inovasi yang
ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini pula masyarakat sedikit merasa aneh
ketika harus melakukan suatu kegiatan yang memang belum pernah ia lakukan.
Seperti budidaya Tanaman nyamplung yang tujuan awalnya ialah konservasi alam
atau pengembangan hutan memang sedikit mengurani ketertarikan terhadap invosi
ini, akan tetapi ketika disisi lain budidaya ini menguntungkan membuat mereka menjadi
bimbang.
2. Tahap Minat atau tertarik (interest
stage)
Ketika masyarakat ataupun petani yang
sebelumnya masih dalam keadaan bimbang, Masyarakat atau petani lain yang
merupakan sampel atas keberhasilan inovasi ini cenderung mebuat masyarakat yang
sebelumnya bimbang menjadi berminat dan tertarik untuk membudidayakan tanaman
nyamplung tersebut.
3. Tahap Penilaian (Evaluation stage)
Pada tahap ini masyarakat atau petani cenderung menilai
keuntungan dan kerugian terhadap inovasi ini. Tanaman nyamplung merupakan
prospek jangka panjang yang menguntungkan walau memang modal dan persiapan juga
harus besar, akan tetapi ketika membandingkan dengan keuntungannya memang tidak
ada salahnya untuk mencoba .
4. Tahap Percobaan ( Trial stage)
Pada tahap ini merupakan yang paling menentukan
ketika masyarakat mencoba untuk budidaya nyamplung walau dalam skala yang
relative kecil, akan tetapi karena tanaman nyamplung prospek jangka panjang
tidak mungkin untuk mendapatkan hasil yang cepat. Mungkin dengan berkomunikasi
atau mendapatkan informasi dari masyarakat atau petani lain yang sudah lama
membudidayakannya setidaknya dapat menutupi rasa keraguan terhadap inovasi
tersebut.
5. Tahap Penerimaan (Adoption).
Biasanya setelah melalui beberapa
tahapan tersebut masyarakat atau petani sudah dapat menentukan pilihan untuk
menerima inovasi tersebut atau tidak walau memang tak semudah yang kita
pikirkan.
B.Tanaman
Nyamplung
Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan Departemen
Kehutanan akan menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema "Nyamplung -
Sumber Energi Biofuel yang Potensial" pada hari Selasa tanggal 23
September 2008 di Ruang Rimbawan I, Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot
Soebroto, Jakarta.
Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mensosialisasikan potensi nyamplung sebagai bahan energi biofuel, dan mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis energynasional.
Di samping itu juga dalam rangka membangun koordinasi dengan para pihak terkait yang meliputi departemen, instansi pusat dan daerah, TNI AD, Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, BUMN, BUMS, lembaga masyarakat, dan media massa dalam pendayagunaan nyamplung sebagai bahan energi biofuel. Melalui seminar ini diharapkan dapat diperoleh masukan dari berbagai pihak untuk pelaksanan program penelitian dan pengembangan nyamplung pada Badan Litbang Kehutanan.
Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mensosialisasikan potensi nyamplung sebagai bahan energi biofuel, dan mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis energynasional.
Di samping itu juga dalam rangka membangun koordinasi dengan para pihak terkait yang meliputi departemen, instansi pusat dan daerah, TNI AD, Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, BUMN, BUMS, lembaga masyarakat, dan media massa dalam pendayagunaan nyamplung sebagai bahan energi biofuel. Melalui seminar ini diharapkan dapat diperoleh masukan dari berbagai pihak untuk pelaksanan program penelitian dan pengembangan nyamplung pada Badan Litbang Kehutanan.
Nyamplung
(Calophyllum inophyllum L.) termasuk dalam marga Callophylum yang mempunyai sebaran cukup luas di dunia yaitu
Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia
Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia, nyamplung tersebar mulai dari
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Sampai saat ini potensi alami nyamplung di Indonesia belum diketahui secara pasti, Hasil penafsiran tutupan lahan dari Citra Satelit Landsat7 ETM+ tahun 2003 menunjukkan bahwa tegakan alami nyamplung seluruh pantai di Indonesia mencapai luas total 480,000 ha, dan sebagian besar (? 60 %) berada dalam kawasan hutan. Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, bisa mencapai 74%, dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.
Sampai saat ini potensi alami nyamplung di Indonesia belum diketahui secara pasti, Hasil penafsiran tutupan lahan dari Citra Satelit Landsat7 ETM+ tahun 2003 menunjukkan bahwa tegakan alami nyamplung seluruh pantai di Indonesia mencapai luas total 480,000 ha, dan sebagian besar (? 60 %) berada dalam kawasan hutan. Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, bisa mencapai 74%, dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.
Beberapa
keunggulan nyamplung ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain,
antara lain adalah tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di
Indonesia; regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya
survival yang tinggi terhadap lingkungan; tanaman relatif mudah budidayakan
baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran (mixed-forest); cocok di
daerah beriklim kering, permudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun;
hampir seluruh bagian tanaman nyamplung berdayaguna dan menghasilkan bermacam
produk yang memiliki nilai ekonomi; tegakan hutan Nyamplung berfungsi sebagai
pemecah angin (wind breaker) untuk tanaman pertanian dan konservasi sempadan
pantai; dan pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon
hutan sebagai kayu bakar; produktivitas biji lebih tinggi dibandingkan jenis
lain (Jarak pagar 5 ton/ha; sawit 6 ton/ha; nyamplung 20 ton/ha).
Beberapa keunggulan biodiesel yang dihasilkan dari nyamplung adalah rendemen minyak nyamplung tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60%, Sawit 46-54 %; dan Nyamplung 40-73 %), sebagian parameter telah memenuhi standar kualitas biodiesel Indonesia, minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah.
Beberapa keunggulan biodiesel yang dihasilkan dari nyamplung adalah rendemen minyak nyamplung tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60%, Sawit 46-54 %; dan Nyamplung 40-73 %), sebagian parameter telah memenuhi standar kualitas biodiesel Indonesia, minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah.
Dalam
test untuk mendidihkan air, minyak tanah yang dibutuhkan 0,9 ml, sedangkan
minyak biji nyamplung hanya 0,4 ml; mempunyai keunggulan kompetitif di masa
depan antara lain biodiesel nyamplung dapat digunakan sebagai pencampur solar
dengan komposisi tertentu, bahkan dapat digunakan 100 % apabila teknologi
pengolahan tepat, kualitas emisi lebih baik dari solar, dapat digunakan sebagai
biokerosen pengganti minyak tanah.
Manfaat lain dari bagian tanaman nyamplung adalah kayunya yang termasuk kayu komersial, dapat digunakan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai dan papan pada bangunan perumahan dan bahan kontruksi ringan; getahnya dapat disadap untuk mendapatkan minyak yang diindikasikan berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HIV. Daunnya mengandung senyawa costatolide-A, saponin dan acid hidrocyanic yang berkhasiat sebagai obat oles untuk sakit encok, bahan kosmetik untuk perawatan kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong. Bunganya dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Bijinya setelah diolah menjadi minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga untuk obat urus-urus dan rematik.
Budidaya tanaman nyamplung tidak memerlukan investasi yang besar. Ketersediaan lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman nyamplung juga tersebar di seluruh Indonesia. Bila seluruh kebutuhan biodiesel disuplai dari nyamplung, akan dibutuhkan biodiesel sebanyak 720.000 kilo liter atau setara dengan 5.1 juta ton biji nyamplung, dengan asumsi bahwa 2.5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak nyamplung; dengan demikian akan diperlukan luasan panen tanaman nyamplung minimal 254.000 hektar pada tahun 2025.
Manfaat lain dari bagian tanaman nyamplung adalah kayunya yang termasuk kayu komersial, dapat digunakan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai dan papan pada bangunan perumahan dan bahan kontruksi ringan; getahnya dapat disadap untuk mendapatkan minyak yang diindikasikan berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HIV. Daunnya mengandung senyawa costatolide-A, saponin dan acid hidrocyanic yang berkhasiat sebagai obat oles untuk sakit encok, bahan kosmetik untuk perawatan kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong. Bunganya dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Bijinya setelah diolah menjadi minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga untuk obat urus-urus dan rematik.
Budidaya tanaman nyamplung tidak memerlukan investasi yang besar. Ketersediaan lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman nyamplung juga tersebar di seluruh Indonesia. Bila seluruh kebutuhan biodiesel disuplai dari nyamplung, akan dibutuhkan biodiesel sebanyak 720.000 kilo liter atau setara dengan 5.1 juta ton biji nyamplung, dengan asumsi bahwa 2.5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak nyamplung; dengan demikian akan diperlukan luasan panen tanaman nyamplung minimal 254.000 hektar pada tahun 2025.
Dengan
pola yang sama dengan kajian analisis ekonomi pada pembangunan Hutan Tanaman
Rakyat (HTR) yang menyebutkan bahwa dalam 1 ha diperlukan 1 orang tenaga kerja,
pengusahaan tanaman nyamplung seluas 254 ribu hektar akan dapat menyerap 254
ribu tenaga kerja. Dengan berbagai potensi keunggulannya tanaman nyamplung
merupakan tanaman yang memberikan multifungsi dan manfaat kepada manusia dan
lingkungan. Multifungsi dan manfaat itu meliputi potensi nyamplung sebagai
tanaman rehabilitasi hutan dan lahan, sebagai alternatif biofuel, serta
meningkatkan pemberdayaan masyarakat (comdev). ant/kp (22 September 2008)
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Adopsi Inovasi
Melalui beberapa proses atau tahapan
dalam menerapkan inovasi Pengembangan Nyamplung (Chalopyllum inophyllum L.) sebagai upaya konservasi
alam sekaligus meningkatkan nilai ekonomi ini berhasil karena prospek dari
nyamplung tersebut sangat menjanjikan, apa lagi perawatan tanaman tersebut
tidak terlalu sulit dan dapat dijadikan kegiatan sampingan bagi masyarakat atau
petani.
Cara yang kami lakukan ialah dengan
cara melakukan penyuluhan dalam bidang kehutanan. Pemberian informasi dapat
dilakukan dengan 2 cara :
1.
Pendekatan secara kelembagaan
2.
Pendekatan berdasarkan proses
Pendekatan secara kelembagaan dengan cara melalui penyuluh, karna kegiatan ini merupakan kegiatan pertanian jadi penyuluh pertanian juga ikut berpartisipasi dalam pemberian informasi kepada masyarakat atau petani. sebagai penyuluh secara langsung menemui kelompok masyarakat. Mungkin dengan cara mengumpulkan mereka di balai kampong ataupun langsung menemui mereka. Sedangkan berdasarkan proses kita terlebh dahulu harus mempersiapkan atau mengidentifikasi terlebih dahulu daerah mana yang memang lebih tepat dalam pemberian invovasi ini. Setelah itu penyuluh akan berkunjung langsung bertatap muka dengan masyarakat atau petani untuk memberikan informasi mengenai inovasi ini Akan tetapi pendekatan yang lebih efektif ialah pendekatan berdasarkan proses karna langsung bertatap muka dengan masyarakat sehingga meraka lebih yakin terhadap inovasi yang kita berikan.
Hal ini harus di dukung dari berbagai
pihak karena demi melestarikan kembali hutan kita juga meningkatkan nilai
ekonomi tentang kehutanan yang dimana tidak harus penebangan saja.Akan tetapi
dengan memanfaatkan buah atau apapun yang ada pada tanaman yang kita budidayakan.
3.2
Proses Pengolahan Biji Nyamplung Menjadi
Biofuel
Proses pengolahan biodiesel dari
nyamplung hampir sama dengan pengolahan minyak sawit, kelapa, dan jarak pagar,
tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif yang tinggi, maka pada
proses pengukusan lebih lama dan pemisahan getah (deguming) dilakukan
dengan konsentrasi tinggi. Tahapan pengolahan biodiesel nyamplung, meliputi:
1)
penghilangan kulit buah dan tempurung
2)
pengukusan
3)
pemisahan getah (deguming) dengan asam fosfat 1%
4)
esterifikasi dengan metanol 20:1 (perbandingan molar metanol dengan asam lemak
bebas)
5)
transesterifikasi (perbandingan metanol dengan minyak 6:1)
6)
apabila pada akhir proses, nilai viskositas, densitas dan keasaman belum
memenuhi SNI, maka dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan NaOH sesuai
dengan molar asam lemak bebas tersisa
Biji nyamplung selain dapat sebagai bahan baku biodiesel, juga dapat
diolah menjadi biokerosen dengan proses yang lebih sederhana (deguming
dan netralisasi), sebagai alternatif pengganti minyak tanah yang sangat
bermanfaat untuk masyarakat pedesaan.
Beberapa peralatan yang digunakan dalam
proses pengolahan biji nyamplung menjadi biofuel secara sederhana dalam
penelitian yakni kompor, palu, blender, kain, gelas ukur 200 ml, neraca 3
lengan, biji nyamplung 1,5 kilogram, air, alkohol 96%, alat pres, alat
destilasi, serta penggorengan tanah liat dan kayu. Cara pengolahan dalam
penelitian itu, yakni biji nyamplung dikeluarkan dari cangkangnya dengan
bantuan palu, kemudian disangrai. Hal itu bisa juga dilakukan dengan bantuan
oven, sebab tujuannya hanya untuk menguapkan kandungan air dalam biji buah
tersebut. Kemudian, biji buah didinginkan dan dihancurkan dengan blender khusus
biji-bijian. Lalu, biji yang sudah hancur itu dipres menggunakan mesin pres dan
diambil minyaknya. Ini merupakan tahap pertama minyak bisa
dihasilkan, ampasnya masih bisa diolah lagi. Ampas yang terakhir bisa dibuat
menjadi briket arang. Tujuannya adalah agar dalam proses pengolahan tidak
menghasilkan limbah atau zero waste. Ampas tersebut bisa dimanfaatkan
kembali dengan dicampur alkohol 96%, kemudian dibungkus kain dan diperas
kembali. Destilasi dilakukan setelah minyak nyamplung dan alkohol 96%
dihasilkan. Untuk satu kali pengolahan, didapatkan dua bagian minyak nyamplung,
satu bagian alkohol 96% dan satu bagian ampas nyamplung.
Tahapan proses pembuatan minyak
nyamplung:
1)
pengupasan dari kulit yang keras
2)
perajangan hingga menjadi irisan tipis
3)
pengeringan panas matahari selama 2-3 hari
4)
penumbukan
5)
pencampuran dengan air mendidih sambil diaduk merata
6)
pengepresan selama 5-6 jam
Dari
proses itu akan diperoleh minyak nyamplung dan bungkil.
1)
pemanasan untuk mengurangi kadar air tidak lebih dari 60 °C atau dijemur di
panas matahari
2)
selanjutnya, bungkil tersebut masih bisa diproses lagi sehingga menghasilkan
minyak dengan menambahkan air dan dilakukan pengepresan berulang
3.3
Keunggulan Biofuel yang Dihasilkan dari Biji Nyamplung
Minyak nyamplung tergolong minyak dengan
asam lemak tak jenuh yang berantai karbon panjang, dengan kandungan utama
berupa asam oleat 37,5%, asam linoleat 26,33%, dan asam strearat 19,96%.
Selebihnya berupa asam palmiat, asam arechidat, asam linolinat dan asam erukat
(Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Kehutanan Bogor, 2006).
Beberapa
keunggulan biofuel yang dihasilkan dari nyamplung adalah rendemen minyak
nyamplung tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60
%, Sawit 46-54 %; dan Nyamplung 40-73 %), sebagian parameter telah memenuhi
standar kualitas biofuel Indonesia, minyak biji nyamplung memiliki daya bakar
dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah dan dalam pemanfaatannya tidak
berkompetisi dengan kepentingan pangan.
Dalam tes untuk mendidihkan
air, minyak tanah yang dibutuhkan 0,9 ml, sedangkan minyak biji nyamplung hanya
0,4 ml; mempunyai keunggulan kompetitif di masa depan antara lain biofuel
nyamplung dapat digunakan sebagai pencampur solar dengan komposisi tertentu,
bahkan dapat digunakan 100 % apabila teknologi pengolahan tepat, kualitas emisi
lebih baik dari solar, dapat digunakan sebagai biokerosen pengganti minyak
tanah. Dari proses pembuatan biofuel diperoleh hasil sampingan berupa gliserin bn
(10%) dan strearin (coklat putih 4%).
Dalam uji coba, jumlah minyak biji nyamplung yang digunakan untuk mendidihkan air
ternyata jauh lebih hemat daripada minyak tanah. Api dari rata-rata 0,36 ml
minyak biji nyamplung sudah dapat mendidihkan 3 ml air. Sedangkan, api dari
rata-rata 0,7 ml minyak tanah baru dapat mendidihkan 3 ml air. Sehingga minyak
nyamplung lebih hemat dari minyak tanah. Selain itu, asap minyak biji nyamplung
lebih bersih daripada minyak tanah.
3.4
Dampak Pengolahan Biji Nyamplung Bagi Masyarakat
Budidaya tanaman nyamplung tidak
memerlukan investasi yang besar. Ketersediaan lahan yang potensial untuk
pengembangan tanaman nyamplung juga tersebar di seluruh Indonesia. Bila seluruh
kebutuhan biodiesel disuplai dari nyamplung, akan dibutuhkan biodiesel sebanyak
720.000 kilo liter atau setara dengan 5,1 juta ton biji nyamplung, dengan
asumsi bahwa 2,5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak nyamplung.
Dengan demikian akan diperlukan luasan panen tanaman nyamplung minimal 254.000 hektar
pada tahun 2025.
Dengan pola yang sama dengan kajian
analisis ekonomi pada pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang menyebutkan
bahwa dalam 1 ha diperlukan 1 orang tenaga kerja, pengusahaan tanaman nyamplung
seluas 254 ribu hektar akan dapat menyerap 254 ribu tenaga kerja. Dengan
berbagai potensi keunggulannya tanaman nyamplung merupakan tanaman yang
memberikan multifungsi dan manfaat kepada manusia dan lingkungan. Multifungsi
dan manfaat itu meliputi potensi nyamplung sebagai tanaman rehabilitasi hutan
dan lahan, sebagai alternatif biofuel, serta meningkatkan pemberdayaan
masyarakat.
Namun dalam pemakaiannya, minyak
nyamplung memerlukan kompor khusus. Tangki penyuplai bahan bakar kompor minyak
Nyamplung harus sejajar dengan ketinggian api pada kompor, ini jelas berbeda
dengan kompor minyak tanah yang suplainya dari hasil rambatan minyak pada sumbu
kompor. Sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam pemenuhan
kompor khusus tesebut.
BAB
IV
PENUTUP
Semua yang ada di alam tentu bias di
manfaatkan,apapun itu.Begitu pula dengan tanaman nyamplung ini,selain untuk
konservasi alam juga di usaakan untuk produksi minyak yang dapat menjadi solusi
bahan bakar minyak bumi yang mulai susah di cari.Intinya semua arus berusaha
dalam mencari apa yang harus di kembangkan dalam menjaga keseimbangan alam juga
tetap menjalani hidup berdampingan dengan alam.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar