Pages

Minggu, 08 Maret 2015



BAB I
PENDAHULUAN

         Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati yang terdiri atas flora dan fauna. Salah satu flora jenis pohon yang hidup dan banyak ditemui di Indonesia terutama di kawasan pesisir adalah Nyamplung (Calophyllum inophyllum) atau yang biasa di sebut Bintangur. Tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku kayu pertukangan namun kurang begitu dikenal oleh khalayak umum, terlebih selama ini masih banyak yang belum mengetahui biji nyamplung yang sudah tua ternyata memiliki kandungan minyak cukup tinggi. Bukti itu semakin tampak jelas, melalui pengamatan yaitu jika buah nyamplung disulut dengan api dapat mempertahankan nyala api dalam jangka waktu yang lama.
         Akhir-akhir ini pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi mulai mengembangkan bahan bakar pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berasal dari tumbuhan. Terbatasnya persediaan dan kelangkaan minyak tanah di berbagai daerah telah memotivasi penelitian pada tanaman nyamplung sebagai BBM nabati.
Selama ini pemanfaatan tumbuhan nyamplung lebih dominan pada kayu pertukangan, padahal jika dikelola dengan baik biji nyamplung yang sudah tua dapat mendatangkan nilai ekonomis (sebagai bahan bakar pengganti minyak) yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara berupa jelaga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk setiap 1 Kg biji nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5 L minyak. Kemudian disebutkan jika dari 1 ml minyak tanah bisa digunakan selama 5,6 menit, dari 1 ml minyak nyamplung dapat tahan sampai dengan 11,8 menit. Dari perbandingan itu bisa dilihat bahwa minyak nyamplung lebih irit dari minyak tanah.
            Dari beberapa aspek diatas kami kaitkan dengan bidang kehutanan khususnya konservarsi alam sekaligus mendapat nilai ekonomi bagi masyarakat. Kami kemudian menggagas sebuah inovasi bagaimana cara agar hutan tetap lestari dengan menambah sesuatu tanpa menguranginya. Menurut kami tanaman nyamplung ialah pilihan tepat, selain nyamplung merupakan tanaman yang berusai panjang perawatannya juga tidak sulit. Kelebihan Nyamplung diantara sumber bahan baku biofuel lainnya adalah tidak berkompetisi dengan pangan, merupakan pohon serbaguna, dan dapat digunakan dalam rehabilitasi pantai. Harapan kami masyarakat dapat beragroforestri sebagai upaya pengembangan hutan dan sekaligus mendapat nilai ekonomi yang mengentungkan masyarakat.



BAB II
ISI

A.Proses Adopsi Inovasi
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Dalam proses adopsi atau penerimaan, kita dapat melihat adanya lima tahap, yaitu :
1. Tahap kesadaran atau penghayatan (awareness stage)
Pada Tahap ini sasaran mulai sadar atas inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini pula masyarakat sedikit merasa aneh ketika harus melakukan suatu kegiatan yang memang belum pernah ia lakukan. Seperti budidaya Tanaman nyamplung yang tujuan awalnya ialah konservasi alam atau pengembangan hutan memang sedikit mengurani ketertarikan terhadap invosi ini, akan tetapi ketika disisi lain budidaya ini menguntungkan membuat mereka menjadi bimbang.

2. Tahap Minat atau tertarik (interest stage)
Ketika masyarakat ataupun petani yang sebelumnya masih dalam keadaan bimbang, Masyarakat atau petani lain yang merupakan sampel atas keberhasilan inovasi ini cenderung mebuat masyarakat yang sebelumnya bimbang menjadi berminat dan tertarik untuk membudidayakan tanaman nyamplung tersebut.
3. Tahap Penilaian (Evaluation stage)
Pada tahap ini masyarakat atau petani cenderung menilai keuntungan dan kerugian terhadap inovasi ini. Tanaman nyamplung merupakan prospek jangka panjang yang menguntungkan walau memang modal dan persiapan juga harus besar, akan tetapi ketika membandingkan dengan keuntungannya memang tidak ada salahnya untuk mencoba .



4. Tahap Percobaan ( Trial stage)
Pada tahap ini merupakan yang paling menentukan ketika masyarakat mencoba untuk budidaya nyamplung walau dalam skala yang relative kecil, akan tetapi karena tanaman nyamplung prospek jangka panjang tidak mungkin untuk mendapatkan hasil yang cepat. Mungkin dengan berkomunikasi atau mendapatkan informasi dari masyarakat atau petani lain yang sudah lama membudidayakannya setidaknya dapat menutupi rasa keraguan terhadap inovasi tersebut.
5. Tahap Penerimaan (Adoption).
         Biasanya setelah melalui beberapa tahapan tersebut masyarakat atau petani sudah dapat menentukan pilihan untuk menerima inovasi tersebut atau tidak walau memang tak semudah yang kita pikirkan.
B.Tanaman Nyamplung
            Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan akan menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema "Nyamplung - Sumber Energi Biofuel yang Potensial" pada hari Selasa tanggal 23 September 2008 di Ruang Rimbawan I, Gedung Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Soebroto, Jakarta.
Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mensosialisasikan potensi nyamplung sebagai bahan energi biofuel, dan mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis energynasional.

         Di samping itu juga dalam rangka membangun koordinasi dengan para pihak terkait yang meliputi departemen, instansi pusat dan daerah, TNI AD, Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, BUMN, BUMS, lembaga masyarakat, dan media massa dalam pendayagunaan nyamplung sebagai bahan energi biofuel. Melalui seminar ini diharapkan dapat diperoleh masukan dari berbagai pihak untuk pelaksanan program penelitian dan pengembangan nyamplung pada Badan Litbang Kehutanan.
         Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) termasuk dalam marga Callophylum yang  mempunyai sebaran cukup luas di dunia yaitu Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia, nyamplung tersebar mulai dari Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua.

         Sampai saat ini potensi alami nyamplung di Indonesia belum diketahui secara pasti, Hasil penafsiran tutupan lahan dari Citra Satelit Landsat7 ETM+ tahun 2003 menunjukkan bahwa tegakan alami nyamplung seluruh pantai di Indonesia mencapai luas total 480,000 ha, dan sebagian besar (? 60 %) berada dalam kawasan hutan. Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, bisa mencapai 74%, dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.
         Beberapa keunggulan nyamplung ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain, antara lain adalah tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia; regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan; tanaman relatif mudah budidayakan baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran (mixed-forest); cocok di daerah beriklim kering, permudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun; hampir seluruh bagian tanaman nyamplung berdayaguna dan menghasilkan bermacam produk yang memiliki nilai ekonomi; tegakan hutan Nyamplung berfungsi sebagai pemecah angin (wind breaker) untuk tanaman pertanian dan konservasi sempadan pantai; dan pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu bakar; produktivitas biji lebih tinggi dibandingkan jenis lain (Jarak pagar 5 ton/ha; sawit 6 ton/ha; nyamplung 20 ton/ha).

         Beberapa keunggulan biodiesel yang dihasilkan dari nyamplung adalah rendemen minyak nyamplung tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60%, Sawit 46-54 %; dan Nyamplung 40-73 %), sebagian parameter telah memenuhi standar kualitas biodiesel Indonesia, minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah.
         Dalam test untuk mendidihkan air, minyak tanah yang dibutuhkan 0,9 ml, sedangkan minyak biji nyamplung hanya 0,4 ml; mempunyai keunggulan kompetitif di masa depan antara lain biodiesel nyamplung dapat digunakan sebagai pencampur solar dengan komposisi tertentu, bahkan dapat digunakan 100 % apabila teknologi pengolahan tepat, kualitas emisi lebih baik dari solar, dapat digunakan sebagai biokerosen pengganti minyak tanah.

         Manfaat lain dari bagian tanaman nyamplung adalah kayunya yang termasuk kayu komersial, dapat digunakan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai dan papan pada bangunan perumahan dan bahan kontruksi ringan; getahnya dapat disadap untuk mendapatkan minyak yang diindikasikan berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HIV. Daunnya mengandung senyawa costatolide-A, saponin dan acid hidrocyanic yang berkhasiat sebagai obat oles untuk sakit encok, bahan kosmetik untuk perawatan kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong. Bunganya dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Bijinya setelah diolah menjadi minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga untuk obat urus-urus dan rematik.

         Budidaya tanaman nyamplung tidak memerlukan investasi yang besar. Ketersediaan lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman nyamplung juga tersebar di seluruh Indonesia. Bila seluruh kebutuhan biodiesel disuplai dari nyamplung, akan dibutuhkan biodiesel sebanyak 720.000 kilo liter atau setara dengan 5.1 juta ton biji nyamplung, dengan asumsi bahwa 2.5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak nyamplung; dengan demikian akan diperlukan luasan panen tanaman nyamplung minimal 254.000 hektar pada tahun 2025.
         Dengan pola yang sama dengan kajian analisis ekonomi pada pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang menyebutkan bahwa dalam 1 ha diperlukan 1 orang tenaga kerja, pengusahaan tanaman nyamplung seluas 254 ribu hektar akan dapat menyerap 254 ribu tenaga kerja. Dengan berbagai potensi keunggulannya tanaman nyamplung merupakan tanaman yang memberikan multifungsi dan manfaat kepada manusia dan lingkungan. Multifungsi dan manfaat itu meliputi potensi nyamplung sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan, sebagai alternatif biofuel, serta meningkatkan pemberdayaan masyarakat (comdev). ant/kp (22 September 2008)









BAB III
PEMBAHASAN
 3.1 Pendekatan Adopsi Inovasi
         Melalui beberapa proses atau tahapan dalam menerapkan inovasi Pengembangan Nyamplung (Chalopyllum inophyllum L.) sebagai upaya konservasi alam sekaligus meningkatkan nilai ekonomi ini berhasil karena prospek dari nyamplung tersebut sangat menjanjikan, apa lagi perawatan tanaman tersebut tidak terlalu sulit dan dapat dijadikan kegiatan sampingan bagi masyarakat atau petani.
         Cara yang kami lakukan ialah dengan cara melakukan penyuluhan dalam bidang kehutanan. Pemberian informasi dapat dilakukan dengan 2 cara :
1. Pendekatan secara kelembagaan
2. Pendekatan berdasarkan proses

         Pendekatan secara kelembagaan dengan cara melalui penyuluh, karna kegiatan ini merupakan kegiatan pertanian jadi penyuluh pertanian juga ikut berpartisipasi dalam pemberian informasi kepada masyarakat atau petani. sebagai penyuluh secara langsung menemui kelompok masyarakat. Mungkin dengan cara mengumpulkan mereka di balai kampong ataupun langsung menemui mereka. Sedangkan berdasarkan proses kita terlebh dahulu harus mempersiapkan atau mengidentifikasi terlebih dahulu daerah mana yang memang lebih tepat dalam pemberian invovasi ini. Setelah itu penyuluh akan berkunjung langsung bertatap muka dengan masyarakat atau petani untuk memberikan informasi mengenai inovasi ini  Akan tetapi pendekatan yang lebih efektif ialah pendekatan berdasarkan proses karna langsung bertatap muka dengan masyarakat sehingga meraka lebih yakin terhadap inovasi yang kita berikan.
         Hal ini harus di dukung dari berbagai pihak karena demi melestarikan kembali hutan kita juga meningkatkan nilai ekonomi tentang kehutanan yang dimana tidak harus penebangan saja.Akan tetapi dengan memanfaatkan buah atau apapun yang ada pada tanaman yang kita budidayakan.


3.2  Proses Pengolahan Biji Nyamplung Menjadi Biofuel
Proses pengolahan biodiesel dari nyamplung hampir sama dengan pengolahan minyak sawit, kelapa, dan jarak pagar, tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif yang tinggi, maka pada proses pengukusan lebih lama dan pemisahan getah (deguming) dilakukan dengan konsentrasi tinggi. Tahapan pengolahan biodiesel nyamplung, meliputi:
1) penghilangan kulit buah dan tempurung
2) pengukusan
3) pemisahan getah (deguming) dengan asam fosfat 1%
4) esterifikasi dengan metanol 20:1 (perbandingan molar metanol dengan asam lemak bebas)
5) transesterifikasi (perbandingan metanol dengan minyak 6:1)
6) apabila pada akhir proses,  nilai viskositas, densitas dan keasaman belum memenuhi SNI, maka dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan NaOH sesuai dengan molar asam lemak bebas tersisa

    Biji nyamplung selain dapat sebagai bahan baku biodiesel, juga dapat diolah menjadi biokerosen dengan proses yang lebih sederhana (deguming dan netralisasi), sebagai alternatif pengganti minyak tanah yang sangat bermanfaat untuk masyarakat pedesaan.
Beberapa peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan biji nyamplung menjadi biofuel secara sederhana dalam penelitian yakni kompor, palu, blender, kain, gelas ukur 200 ml, neraca 3 lengan, biji nyamplung 1,5 kilogram, air, alkohol 96%, alat pres, alat destilasi, serta penggorengan tanah liat dan kayu. Cara pengolahan dalam penelitian itu, yakni biji nyamplung dikeluarkan dari cangkangnya dengan bantuan palu, kemudian disangrai. Hal itu bisa juga dilakukan dengan bantuan oven, sebab tujuannya hanya untuk menguapkan kandungan air dalam biji buah tersebut. Kemudian, biji buah didinginkan dan dihancurkan dengan blender khusus biji-bijian. Lalu, biji yang sudah hancur itu dipres menggunakan mesin pres dan diambil minyaknya. Ini  merupakan  tahap pertama minyak bisa dihasilkan, ampasnya masih bisa diolah lagi. Ampas yang terakhir bisa dibuat menjadi briket arang. Tujuannya adalah agar dalam proses pengolahan tidak menghasilkan limbah atau zero waste. Ampas tersebut bisa dimanfaatkan kembali dengan dicampur alkohol 96%, kemudian dibungkus kain dan diperas kembali. Destilasi dilakukan setelah minyak nyamplung dan alkohol 96% dihasilkan. Untuk satu kali pengolahan, didapatkan dua bagian minyak nyamplung, satu bagian alkohol 96% dan satu bagian ampas nyamplung.

Tahapan proses pembuatan minyak nyamplung:
1)   pengupasan dari kulit yang keras
2)   perajangan hingga menjadi irisan tipis
3)   pengeringan panas matahari selama 2-3 hari
4)   penumbukan
5)   pencampuran dengan air mendidih sambil diaduk merata
6)   pengepresan selama 5-6 jam

Dari proses itu akan diperoleh minyak nyamplung dan bungkil.
1)   pemanasan untuk mengurangi kadar air tidak lebih dari 60 °C atau dijemur di panas matahari

2)   selanjutnya, bungkil tersebut masih bisa diproses lagi sehingga menghasilkan minyak dengan menambahkan air dan dilakukan pengepresan berulang

3.3 Keunggulan Biofuel yang Dihasilkan dari Biji Nyamplung
Minyak nyamplung tergolong minyak dengan asam lemak tak jenuh yang berantai karbon panjang, dengan kandungan utama berupa asam oleat 37,5%, asam linoleat 26,33%, dan asam strearat 19,96%. Selebihnya berupa asam palmiat, asam arechidat, asam linolinat dan asam erukat (Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Kehutanan Bogor, 2006).
Beberapa keunggulan biofuel yang dihasilkan dari nyamplung adalah rendemen minyak nyamplung tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60 %, Sawit 46-54 %; dan Nyamplung 40-73 %), sebagian parameter telah memenuhi standar kualitas biofuel Indonesia, minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.
                      Dalam tes untuk mendidihkan air, minyak tanah yang dibutuhkan 0,9 ml, sedangkan minyak biji nyamplung hanya 0,4 ml; mempunyai keunggulan kompetitif di masa depan antara lain biofuel nyamplung dapat digunakan sebagai pencampur solar dengan komposisi tertentu, bahkan dapat digunakan 100 % apabila teknologi pengolahan tepat, kualitas emisi lebih baik dari solar, dapat digunakan sebagai biokerosen pengganti minyak tanah. Dari proses pembuatan biofuel diperoleh hasil sampingan berupa gliserin bn (10%) dan strearin (coklat putih 4%).
Dalam uji coba, jumlah minyak biji nyamplung yang digunakan untuk mendidihkan air ternyata jauh lebih hemat daripada minyak tanah. Api dari rata-rata 0,36 ml minyak biji nyamplung sudah dapat mendidihkan 3 ml air. Sedangkan, api dari rata-rata 0,7 ml minyak tanah baru dapat mendidihkan 3 ml air. Sehingga minyak nyamplung lebih hemat dari minyak tanah. Selain itu, asap minyak biji nyamplung lebih bersih daripada minyak tanah.

3.4 Dampak Pengolahan Biji Nyamplung Bagi Masyarakat
Budidaya tanaman nyamplung tidak memerlukan investasi yang besar. Ketersediaan lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman nyamplung juga tersebar di seluruh Indonesia. Bila seluruh kebutuhan biodiesel disuplai dari nyamplung, akan dibutuhkan biodiesel sebanyak 720.000 kilo liter atau setara dengan 5,1 juta ton biji nyamplung, dengan asumsi bahwa 2,5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak nyamplung. Dengan demikian akan diperlukan luasan panen tanaman nyamplung minimal 254.000 hektar pada tahun 2025.
Dengan pola yang sama dengan kajian analisis ekonomi pada pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang menyebutkan bahwa dalam 1 ha diperlukan 1 orang tenaga kerja, pengusahaan tanaman nyamplung seluas 254 ribu hektar akan dapat menyerap 254 ribu tenaga kerja. Dengan berbagai potensi keunggulannya tanaman nyamplung merupakan tanaman yang memberikan multifungsi dan manfaat kepada manusia dan lingkungan. Multifungsi dan manfaat itu meliputi potensi nyamplung sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan, sebagai alternatif biofuel, serta meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
Namun dalam pemakaiannya, minyak nyamplung memerlukan kompor khusus. Tangki penyuplai bahan bakar kompor minyak Nyamplung harus sejajar dengan ketinggian api pada kompor, ini jelas berbeda dengan kompor minyak tanah yang suplainya dari hasil rambatan minyak pada sumbu kompor. Sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam  pemenuhan  kompor  khusus  tesebut. 


















BAB IV
PENUTUP

         Semua yang ada di alam tentu bias di manfaatkan,apapun itu.Begitu pula dengan tanaman nyamplung ini,selain untuk konservasi alam juga di usaakan untuk produksi minyak yang dapat menjadi solusi bahan bakar minyak bumi yang mulai susah di cari.Intinya semua arus berusaha dalam mencari apa yang harus di kembangkan dalam menjaga keseimbangan alam juga tetap menjalani hidup berdampingan dengan alam.













DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar